JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada semester I/2022 akan mencapai kisaran 4,9 hingga 5,2%. Dia juga menyampaikan, bahwa pemerintah akan terus berupaya untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi .
Menanggapi hal tersebut, Pengamat ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan, masih banyaknya ketidakpastian yang menghantui pertumbuhan perekonomian Indonesia di semester kedua.
Keraguan tersebut bermula dari meningkatnya inflasi yang diprediksi akan berakibat terhadap menurunnya daya beli masyarakat.
"Di kuartal ketiga juga tidak terdapat event besar yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat seperti saat Ramadhan dan Idul Fitri kemarin. Adapun Idul Adha tidak akan menandingi permintaan masyarakat saat Lebaran lalu," jelasnya kepada MPI, Minggu (3/7/2022).
Menurutnya mobilitas masyarakat juga mulai terdampak akibat adanya kenaikan kasus Covid-19.
"Meningkatnya kasus Covid-19 sangat perlu diwaspadai karena dapat menghambat pemulihan ekonomi," tuturnya.
Selain dipengaruhi oleh internal, pertumbuhan ekonomi juga akan dipengaruhi dari sisi ekternal. Bhima mengatakan, adanya dampak dari disrupsi rantai pasok, mahalnya biaya bahan baku, beban operasional perusahaan yang meningkat yang kemudian menimbulkan pelemahan di industri manufaktur.
"Manufaktur berperan setidaknya 20 persen dari Produk Domestik Bruto, jadi industri pengolahan yang sedikit melambat berpengaruh terhadap serapan tenaga kerja dan produktifitas masyarakat secara umum," terangnya.
Sementara itu menurutnya jikalau Indonesia mengandalkan faktor harga komoditas itu masih fluktuatif bahkan cenderung lebih rendah dan adanya penurunan dari semester pertama.
"Batu bara, sawit, itu sudah mulai terkoreksi ini tentu bukan hal yang kita inginkan, karena bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi," tandasnya.
Editor : Abdulloh Hilmi