Panyabungan, iNews.id - Bagi Anda yang belum tahu sejarah Mandailing Natal (Madina) jauh sebelum abad ke 12, nama Mandailing diyakini berasal dari kata “Mandala – Holing” mengacu kepada suatu kerajaan. Dalam periode klasik, kerajaan itu diyakini membentang mulai dari Padang Lawas hingga kawasan paling selatan provinsi Sumatera Barat atau kawasan yang termasuk wilayah Tapanuli Bagian Selatan.
Seperti diberitakan laman infomadina, sebutan “Mandala Holing” juga dikaitkan dengan ungkapan yang sering digunakan dalam adat Mandailing, yakni “Surat tumbaga holing naso ra sasa” (aturan adat yang tidak bisa dihapus).
Sebutan Holing sering dikaitkan dengan nama HoLing. Nama itu tercatat dalam kekuasaan Dinasti Tang yang memerintah di Cina tahun 618 – 906 masehi. Disebutkan juga kalau, sekalipun dibawah otoritas Dinasti tang di Cina, pemerintahannya berpusat di Jawa, yakni kerajaan Kalingga di Pesisir Utara Jawa.
Kata Mandailing diesbutkan pertama kali dalam buku “Nagarakertagama”. Buku itu ditulis oleh Mpu Prapanca di masa pemerintahan Majapahit. Buku itu menceritakan tentang adanya ekspedisi utusan kerajaan Majapahit ke wilayah Sumatera pada abad ke-14 atau sekitar tahun 1365 Masehi.
Pada periode kerajaan, catatan penting Mandailing baru muncul dalam naskah “Pararaton” (1336 Masehi) yang ditulis dalam teks Jawa pertengahan. Naskah itu menyebutkan bahwa di Sumatera terdapat Lima kerajaan penting, salah satunya adalah kerajaan Aru, yang telah berdiri tahun 1295 Masehi.
Kawasan Mandailing Natal diyakini dibawah pengaruh kekuasaan kerajaan tersebut sepanjang abad 13 hingaa 15 Masehi. Kerajaan Mandailing yang otonom diyakini baru terbentuk beberapa abad kemudian yang ditandai dengan kekuasaan Pulungan yang pertama.
Setelah itu, klan marga Nasution juga mendirikan kerajaan besar yang menguasai kawasan Mandailing Godang. Lalu klan marga Lubis juga mendirikan kerajaan di kawasan Mandailing Julu. Kedua kerajaan penting itu, Nasution dan Lubis memerintah secara otonom.
Pada periode kolonialisme yakni Perang Paderi yang berpusat di Minangkabau mendorong instablitas pemerintahan di kawasan Mandailing, sebab sebagian dari pasukan Paderi juga berasal dari pasukan pesantren yang disuplai daerah Mandailing dan Natal.
Untuk memblokade perluasan perang Paderi ke arah Utara, Belanda lalu masuk ke Mandailing. Maka berdirilah asisten Residen Angkola Mandailing tahun 1840, sebuah pemerintahan kolonial yang berpusat di Panyabungan, dibawah Gubernemen Sumatra’s Westkust.
Pemerintahan ini menandai masuknya penjajahan di kawasan ini, sekaligus mengabrasi otoritas raja – raja Mandailing. Tahun 1857 kawasan Mandailing, Angkola, dan Sipirok disatukan dalam keresidenan Air Bangis. Tahun 1885 keresidenan Mandailing Natal terbentuk dan beribukota di Padangsidempuan.
Tahun 1906 pusat Pemerintahan Residen Mandailing Natal dipindahkan dari Padangsidempuan ke Sibolga, dan berubah menjadi Karesidenan Tapanuli, yang termasuk di dalamnya afdeeling Sibolga dan Bataklanden. Natal disiapkan menjadi kota pelabuhan penting untuk ekspor komoditis perkebunan.
Selain karena telah menjadi pelabuhan dagang penting bagi bangsa Cina, Arab, Portugis, India dan Inggris sejak ratusan tahun sebelumnya, Muara Singkuang dan Natal juga menghubungkan sungai – sungai besar di Mandailing.
Sungai – sungai besar itu selain menjadi sumber pertanian dan perkebunan, juga menjadi sarana lalu lintas jalan sebelum dibangunnya Jalan Pos Mandailing – Air Bangis tahun 1901. Karena itu tahun 1840 Multatuli mendarat di Natal sebagai Controlir Natal.
Pembentukan Kabupaten
Kabupaten Mandailing Natal dibentuk Berdasarkan Undang – undang nomor 12 tahun 1998 tentang pembentukan kabupaten daerah tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten daerah tingkat II Mandailing Natal yang ditetapkan pad tanggal 23 November tahun 1998. Selanjutnya secara formal diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 oleh Menteri Dalam Negeri.
Dalam rangka mensosialisasikan Kabupaten Mandailing Natal, Bupati Mandailing Natal Amru Daulay menetapkan akronim nama kabupaten Mandailing Natal sebagai Kabupaten Mndailing Natal dalam surat tanggal 24 April 1999 Nomor 100/253.TU/1999. Pada masa awal terbentuknya Mandailing Natal hanya terdapat 8 kecamatan yang terbagi menjadi 273 desa.
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal selanjutnya mengeluarkan Perda No.7 tentang pembentukan kecamatan dan Perda no.8 tentang pemekaran desa pada tanggal 29 Juli 2002.
Dengan dikeluarkannya Perda tersebut, maka Kabupaten Mandailing Natal memiliki tujuh belas kecamatan yang terdiri dari 322 desa dan tujuh kelurahan. Kecamatan yang baru terbentuk yaitu :
Kecamatan Lingga Bayu
Kecamatan Ulu Pungkut
Kecamatan Tambangan
Kecamatan Lembah Sorik Marapi
Kecamatan panyabungan Selatan
Kecamatan Panyabungan Barat
Kecamatan Panyabungan Utara
Kecamatan Panyabungan Timur
Kecamatan Bukit Malintang
Kabupaten Mandailing Natal kembali membentuk kecamatan baru berdasarkan Perda nomor 10 tahun 2007 yang dikeluarkan pada tanggal 15 Februari 2007. Kecamatan yang bertambah yaitu :
Kecamatan Ranto Baek
Kecamatan Hutabargot
Kecamatan Puncak Sorik Marapi
Kecamatan Pakantan
Kecamatan Sinunukan
Dengan bertambahnya lima kecamatan tersebut, Mandailing Natal memiliki 22 kecamatan yang terdiri dari 349 desa dan 32 kelurahan. Selanjutnya pada tahun yang sama, kembali terbentuk satu kecamatan yang baru yaitu Naga Juang berdasarkan Perda nomor 45 tahun 2007 dan 46 tahun 2007 tentang pemecahan desa dan pembentukan kecamatan yang dikeluarkan pada 7 Desember 2007.
Dengan demikan, Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 23 kecamatan, 353 desa, dan 32 kelurahan serta terdapat 10 UPT atau Unit Pemukiman Transmigrasi.
Editor : Khansa Fadli