JAKARTA, iNews.id - Ramadhan tahun ini begitu disambut suka cita oleh banyak warga Indonesia yang menjalani puasa Ramadhan di luar negeri. Yuli Sutoto Nugroho salah satunya. Yuli yang kini sedang menempuh studi S3 di London, Inggris membagikan ceritanya menjalani ibadah puasa Ramadhan di Inggris.
Yuli, sapaan akrabnya mengaku bahwa ini merupakan Ramadan kali pertamanya di Inggris. Menurut Mahasiswa Queen Mary University of London ini, puasa di Inggris berlangsung sekitar 14-16 jam.
Meskipun memiliki durasi yang lebih panjang daripada di Indonesia, Yuli mengaku tidak merasakan dehidrasi. Pasalnya, cuaca di London memiliki suhu yang rendah, yakni rata-rata di bawah 15 derajat celcius.
"Memang ada matahari tapi nggak dehidrasi, jadi nggak merasa haus banget, kecuali olahraga atau aktivitas berat. Jadi, walaupun panjang tapi nggak merasa terlalu dehidrasi," ucap dia saat dihubungi iNews.id dan ditulis Minggu (9/4/2023).
Lebih lanjut, pria asal kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah ini mengatakan suasana bulan puasa di Inggris pada dasarnya tidak seperti di Indonesia. Namun, saat menjelang malam ada lampu yang menampilkan suasana Ramadan.
Lampu tersebut bertuliskan 'Happy Ramadan' dan terletak di pusat kota London, yakni Piccadilly Circus. Hal itu pun menarik perhatian para wisatawan, bahkan di antaranya sengaja datang untuk berfoto di area lampu tersebut.
Selain itu, kata Yuli, masjid-masjid besar di London juga selalu menyediakan buka bersama atau bukber secara gratis. Makanan yang diberikan pun bernuansa Timur-Tengah, seperti kurma, pisang, dan nasi briyani.
"Konsepnya nggak kaya di Indonesia kan takjil, salat lalu makan, di sini kita masuk masjid itu antre dulu sudah disiapin bungkusan satu paket makanan, isinya kurma, ada pisang, dan makan nasi briyani porsinya gede dan enak. Nah, pas sudah adzan, aku lihat orang-orang langsung makan semua termasuk makanan beratnya, habis itu salat berjamaah," ujar Yuli.
Selain itu, Yuli mengaku juga mendapatkan kisah unik saat tengah jalan, lalu melihat jam menunjukkan sudah Magrub. Saat itu, ia memutuskan untuk menepi dan membatalkan puasanya dengan minum air sambil duudk di pedestarian. Namun, tiba-tiba ada seseorang tak dikenal bertanya dan memanggilnya mendekat ke mobilnya, lalu orang tersebut memberikan buah-buahan untuk berbuka puasa. Yuli merasa kaget mengingat muslim dapat dikatkan minoritas di Inggris.
"Jadi waktu itu aku lagi jalan dari kampus mauu pulang dan itu Magrib di jalan, aku sudah siapin minum dan lihat Hp sudah Magrib. Jadi aku menepi dan duduk, tiba-tiba ada orang manggil dan nanya aku bilang aku puasa dan dia ngeluarin makanan dari mobilnya. Dia seumuran bapak-bapak muda lah, sambil ngerokok, jadi agak deg-degan karena nggak kenal tapi dia juga ikut makan, akhirnya aku ikut makan, jadi itu pengalaman aku yang random ketemu di jalan raya," tuturnya.
Suasana yang Dirindukan dari Indonesia
Meskipun tengah menjalani ibadah puasa di London, Yuli tetap tidak merindukan suasana puasa di Indonesia. Ia mengaku tidak bisa mendengar suara adzan Magrib dari masjid yang biasa dinanti-nanti setiap bulan puasa.
Selain itu, ia juga merindukan suasana menjelang Magrib, seperti di Tanah Air. "Kangen suara adzan, di sini nggak, kebersamaan bersama saudara, teman, walaupun di sini juga banyak kaum muslim tapi tentu vibes-nya beda, nggak kayak di Indonesia," kata lulusan S1 UNJ ini.
Wah, jadi bagaimana suasana Ramadan kamu? Selamat berpuasa ya!
Editor : Khansa Fadli