Medan, iNews.id - Kepala BNNP Sumut, Brigjen Pol Toga Habinsaran mengatakan, pengguna narkoba di wilayahnya menduduki posisi pertama di Indonesia.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Petrus Golose memprioritaskan pemberantasan narkoba di 10 provinsi di Indonesia, Senin (11/9/2023).
Petrus mengatakan, Sumatera Utara menjadi salah satu provinsi paling disoroti dalam pemberantasan narkoba extraordinary ini. Lantas bagaimana realita peredaran narkoba di Sumut?
"Ada 1 juta lebih (pengguna narkoba) di Sumut. Sumatera Utara ini ranking satu terbesar di Indonesia jumlah penggunanya, itu yang menjadi perhatian bapak Presiden," ujar Toga saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/9/2023).
Toga mengatakan, memang setiap tahunnya BNN bersama Polda Sumut banyak mengungkap banyak kasus besar, terkait penyelundupan narkoba. Baik bandar, kurir, hingga oknum aparat yang membekingi juga banyak ditangkap. "Kita satu tahun aja, menangkap puluhan orang yang membawa ratusan kilogram sabu. Itu baru BNN aja kita, belum lagi Polda itu mungkin ratusan orang ditangkap dan berton ton sabu atau ribuan kg sabu disita, tapi nggak abis-abis kan narkoba itu,'' kata Toga.
Menurut Toga, pemberantasan narkoba bukan melulu penindakan di hulu persoalan, yakni pengedar narkoba saja. Hilir dari persoalan ini yaitu rehabilitasi pengguna narkoba juga wajib menjadi perhatian serius. "Hilirnya itu korban penyalahguna, itu penting juga untuk kita rehabilitasi, diobati. Selama ini mereka kan dibiarkan saja, ini kadang-kadang menjadi persoalan dan mereka ini kan yang menyumbang angka kriminal.
Jadi kalau mereka pulih semua, tidak pakai narkoba lagi, seberapapun masuk narkoba, nggak ada yang beli," ungkap Toga.
Terkait hal tersebut, Toga mengungkap, selama ini pihaknya tidak memiliki anggaran rehabilitasi. Sebab, pemerintah hanya menganggarkan biaya pemberantasan dan pencegahan narkotika. "Sesuai dengan harapan bapak presiden tadi penanganannya sama seperti stunting, inflansi, dianggarkan, karena ini lumayan anggarannya. Tapi terkendala selama ini, BNN terkendala, anggaran (rehabilitasi) tak ada. Jadi kalau untuk (anggaran) rehabilitasi nol, nggak ada untuk biaya rehab orang," ujarnya.
Alhasil selama ini proses rehabilitasi banyak melibatkan pihak swasta. Ini menjadi ironi lantaran hanya orang yang memiliki uang saja yang direhabilitasi. Padahal faktanya, kebanyakan para pengguna narkoba orang dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. "Faktanya yang makai-makai (narkoba) ini kan, sekarang mohon maaf menengah ke bawah ya, gelandangan, tukang parkir, kuli bangunan yang gajinya pas-pasan, (mereka) memakai narkoba tadi," ujar Toga.
Meskipun begitu pihaknya tetap berupaya merawat pemakai narkoba melalui proses rehabilitasi yang menggunakan anggaran mandiri dari BNN Sumut bekerjasama dengan stakeholder. "Kalau kami sudah menjalankan ini juga merehab orang, pakai biaya mandiri di BNNP Sumut, tiap bulan rata rata 100 orang ada program skrining intervensi lapangan (SKI) kalau ada anggarannya mungkin bisa 1000 orang kami rehab," ujarnya.
Karena itu kedepannya terkait instruksi prioritas pemberantasan narkoba ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda) untuk lebih memfokuskan rehabilitasi para pemakai narkoba ini. "Kami akan koordinasikan dengan gubernur, pemerintah daerah Kapolda Pangdam duduk bersama harus berkolaborasi menangani masalah narkoba di Sumut ini, dengan satu visi dan misi, tujuan kita bisa mengobati teman, teman kita, masyarakat kita, yang telah terpapar narkoba, itu yang paling penting," tutupnya.
Terlebih, saat ini angka prevalensi pengguna narkoba di Indonesia mencapai 1,95 persen atau setara dengan 3,66 juga orang. "Ini yang menjadi catatan bagi kita. Dan kalau kita lihat bersama bahwa terutama di Sumut, jumlah tahanan atau narapidana sangat tinggi di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas). Berarti juga banyak pengguna yang harus kita rehabilitasi," ungkap Petrus.
Editor : Khansa Fadli
Artikel Terkait