Untuk memblokade perluasan perang Paderi ke arah Utara, Belanda lalu masuk ke Mandailing. Maka berdirilah asisten Residen Angkola Mandailing tahun 1840, sebuah pemerintahan kolonial yang berpusat di Panyabungan, dibawah Gubernemen Sumatra’s Westkust.
Pemerintahan ini menandai masuknya penjajahan di kawasan ini, sekaligus mengabrasi otoritas raja – raja Mandailing. Tahun 1857 kawasan Mandailing, Angkola, dan Sipirok disatukan dalam keresidenan Air Bangis. Tahun 1885 keresidenan Mandailing Natal terbentuk dan beribukota di Padangsidempuan.
Tahun 1906 pusat Pemerintahan Residen Mandailing Natal dipindahkan dari Padangsidempuan ke Sibolga, dan berubah menjadi Karesidenan Tapanuli, yang termasuk di dalamnya afdeeling Sibolga dan Bataklanden. Natal disiapkan menjadi kota pelabuhan penting untuk ekspor komoditis perkebunan.
Selain karena telah menjadi pelabuhan dagang penting bagi bangsa Cina, Arab, Portugis, India dan Inggris sejak ratusan tahun sebelumnya, Muara Singkuang dan Natal juga menghubungkan sungai – sungai besar di Mandailing.
Sungai – sungai besar itu selain menjadi sumber pertanian dan perkebunan, juga menjadi sarana lalu lintas jalan sebelum dibangunnya Jalan Pos Mandailing – Air Bangis tahun 1901. Karena itu tahun 1840 Multatuli mendarat di Natal sebagai Controlir Natal.
Editor : Khansa Fadli