PADANGSIDIMPUAN, iNewsMadina.id - Kasus dugaan korupsi pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2023 sebesar 18 persen memasuki babak baru. Kali ini, giliran Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar yang dilaporkan kuasa hukum tersangka berinisial MKS, Marwan Rangkuti ke Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) lantaran diduga melakukan tindakan sewena-wena terhadap kliennya.
Kepada wartawan, Kamis (25/7/2024) siang, Marwan mengatakan, sejak ditetapkannya MKS sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan ADD tahun 2023 pada 3 Juli 2024 lalu, tersangka terkesan didiskriminatif. Pasalnya, sejak saat itu MKS tak dapat dikunjungi baik oleh pihak keluarga maupun kuasa hukumnya.
“Benar kami telah mengadukan dan memohon perlindungan hukum kepada Komjak RI, Bapak Jaksa Agung, Jamwas Kejagung RI, maupun Kajati Sumut terkait perilaku dan tindakan Lambok MJ Sidabutar yang telah semena-mena dan mengkangkangi hak klien kami MKS selaku tersangka. Dimana sejak MKS ditangkap dan ditahan oleh jaksa penyidik sejak tanggal 3 Juli 2024 hingga tanggal 25 Juli 2024 saya selaku pengacaranya tidak pernah diberikan izin menemui dan bertemu MKS, begitu juga keluarga MKS mulai istrinya,anak-anaknya, ibunya dan adik MKS juga tidak diberi izin,” ungkapnya saat ditemui di Kantor Hukum Marwan Rangkuti & Rekan yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Padangsidimpuan.
Padahal, terang Marwan, pihaknya dan keluarga sudah mengajukan surat permohonan izin jenguk lebih dari 3 kali. Termasuk meminta berkas perkara MKS yang juga tidak diberikan oleh oknum Kajari tersebut.
“Dan kalaupun istri MKS pernah bertemu MKS itupun hanya sekali. Namun hanya istrinya saja. Sedangkan anak, ibu MKS dan adiknya tidak diberikan izin. Ini jelas tindakan sewenang-wenang yang bertentangan dengan hukum serta melanggar HAM bahkan tindakan itu sangatlah tercela dan tidak manusiawi, artinya sekalipun seandainya benar MKS disimpulkan Lambok Sidabutar sebagai pelaku perkara yang dituduhkan, maka oknum Kajari wajib memenuhi hak-hak Tersangka yang telah ditetapkan dalam KUHAP,” tegasnya.
Marwan menjelaskan, berdasarkan Pasal 57 ayat (1) KUHAP, tersangka memiliki hak untuk menerima kunjungan atau menghubungi pengacaranya. Sedangkan pada Pasal 60 dan Pasal 61 KUHAP tersangka memiliki hak untuk menerima kunjungan keluarga.
“Kenapa perlakuan oknum Kajari itu berbeda dengan tersangka AN yang perkaranya sama. Dimana AN justru tidak terhalang dijenguk keluarganya? Apakah perlakuan oknum Kajari itu dikarenakan MKS menolak pengacara yang ditawarkan oknum Kajari sebagaimana ynag diinfokan MKS kepada kami?,” ungkapnya penuh keheranan.
Disamping itu, tambah Marwan, dalam Pasal 62 ayat (1) dan (2) KUHAP menyebutkan tersangka diberi hak untuk bebas menerima surat menyurat dan juga berkas perkaranya baik dari pengacara, keluarga maupun penyidik. Namun sayangnya, oknum Kajari tersebut melarang diberikannya segala bentuk surat menyurat untuk diterima kliennya meskipun dirinya selaku pengacara MKS telah membuat surat permintaan BAP dan berkas perkara MKS.
“Namun lagi-lagi jaksa penyidik tidak berani memberikan itu karena alasan oknum Kajari Lambok Sidabutar belum meberikan izin. Padahal menurut Pasal 72 KUHAP harusnya klien kami wajib diberikan BAP atau berkas tersebut,” ungkap Marwan.
Bahkan, alumni Fakultas Hukum UISU Medan ini juga mengatakan, dirinya merasa janggal sejak awal penangkapn dan penahan kliennya. Pasalnya, menurutnya hingga sekarang kliennya tidak pernah mendapatkan surat penangkapannya saat berada di dalam ruangan Sekda Kota Padangsidimpuan.
“Sejak perkara ini kami tanganai tertanggal 4 Juli 2024 hingga hari ini. Kami dan keluarga klien kami tidak pernah menerima surat perintah penangkapan MKS. Kok seperti kasus teroris aja klien kami ini diperlakukan oknum Kajari Lambok Sidabutar? Apakah ada kepentingan oknum Kajari Padangsidimpuan terkait penangnan perkara MKS ini, bukankah jikapun benar tuduhan oknum Kajari itu terhadap klien kami. Mengapa klien kami diperlakukan semena-mena,” pungkasnya.
Sementara itu, Kajari Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar hingga saat ini belum memberikan tanggapan terkait hal tersebut. Pasalnya, Lambok belum membalas pesan singkat via WhatsApp yang dilayangkan wartawan ke nomor pribadinya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta