Dihadapkan pada situasi hidup dan mati di Pegunungan Andes yang ganas, para penyintas Penerbangan 571 Uruguay membuat perjanjian yang mengerikan: "Jika salah satu dari kami mati, yang lain wajib memakan tubuh mereka," ungkap Roberto Canessa, salah satu penyintas.
Keputusan ini, meskipun didorong oleh rasa putus asa dan dorongan kuat untuk bertahan hidup, merupakan tindakan ekstrem yang membawa trauma mendalam bagi para penyintas. Carlitos Paez, penyintas lainnya, menggambarkan pengalamannya memakan daging manusia dengan kalimat yang menusuk, "Bagi yang penasaran, manusia tidak merasakan apa-apa, sungguh," seperti dikutip dari The Independent.
Para penyintas memulai dengan memakan potongan kulit dan lemak, sebelum beralih ke otot dan otak. Piers Paul Read, penulis buku "Alive: The Story of the Andes Survivors", menggambarkan prosesnya dengan kata-kata yang mengerikan: "Mereka kehilangan hambatan. Mereka mulai makan dari tengkorak, membuat masakan dari daging."
Setelah 72 hari terjebak di neraka Andes, pada tanggal 22 Desember 1972, helikopter penyelamat akhirnya tiba. Korban selamat yang tersisa, yang jumlahnya telah menyusut menjadi 16 orang, diangkat ke tempat yang aman pada hari berikutnya.
Tragedi Andes menjadi pengingat kelam tentang batas-batas moral manusia dalam situasi ekstrem. Para penyintas, meskipun dipaksa oleh keadaan untuk melakukan tindakan yang tak terbayangkan, menanggung luka emosional dan mental yang mendalam. Kisah mereka adalah kisah tentang ketahanan dan tekad untuk hidup, namun juga kisah tentang trauma dan konsekuensi moral yang mengerikan.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar