Mengerikan, Viral Mata Merah Akibat Gas Air Mata, Begini Penjelasannya

Agung Bakti Sarasa
Mengerikan, Viral Mata Merah Akibat Gas Air Mata. (Foto: Istimewa)

 

BANDUNG, Madina.iNews.id - Masyarakat heboh dengan viralnya kabar terkait kondisi mata para suporter Arema FC (Aremania) yaitu Cahayu Nur Dewata dan Kevia Nazwa Ainur Rohma, yang masih memerah akibat terkena tembakan gas air mata

Kedua Aremania cantik itu merupakan korban luka dalam Tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam. Meski sudah lebih dari 10 hari sejak tragedi terjadi, kondisi mata keduanya hingga Rabu (12/10/2022) masih memerah, bahkan tampak berwarna merah darah. 

Keduanya menjadi korban luka, dari 737 korban luka saat terjadinya Tragedi Kanjuruhan. Saat tragedi terjadi, mereka berada di tribun 12 dan terkena gas air mata yang ditembakkan polisi serta terinjak-injak penonton lain. 

Menanggapi kabar viral tersebut, PT Pindad (Persero) sebagai produsen gas air mata yang selama ini digunakan Polri tak bisa memberikan penjelasan terkait kondisi mata yang merah akibat tembakan gas air mata tersebut. 

"Kalau untuk itu akan lebih bijak dari tim medis yang mungkin lebih paham gejalanya terhadap manusia seperti apa karena bisa berbeda-beda," ujar VP Penjaminan Mutu K3LH PT Pindad, Prima Kharisma, di kantor PT Pindad, Jalan Terusan Gatot Subroto, Kota Bandung, Jumat (14/10/2022). 

Prima menegaskan, bahwa gas air mata buatan Pindad bersifat iritan. Artinya, gas air mata tersebut berupa senyawa yang menyebabkan iritasi. Dalam uji coba di ruang terbuka, efek yang dapat dirasakan, yakni kulit memerah, gatal, dan mata berair dan akan berangsur hilang setelah 20-30 menit. 

"Berdasarkan pengalaman pengujian dengan pengguna, jadi ada efeknya kulit merah kemudian gatal, kemudian mata berair. Itu yang terjadi dan uji itu dilakukan di ruang terbuka dan efeknya itu hilang berangsur-angsur setelah 20 menit," jelasnya. 

Meski begitu, Prima mengakui bahwa pihaknya belum pernah melakukan pengujian gas air mata yang diproduksinya di ruangan tertutup. Selama ini, kata Prima, pengujian selalu dilakukan di ruangan terbuka. 

"Untuk di ruang tertutup sendiri kami belum pernah melakukan pengujiannya. Yang kami lakukan selama ini adalah di ruang terbuka. Tapi, di sini yang perlu dipahami adalah berapa banyaknya (gas air mata), karena itu ada yang berpengaruh. 

Pertama durasinya, kemudian konsentrasinya, maka jika semakin lama itu (efeknya) akan semakin parah," tukasnya.

Editor : Ahmad Chairuman

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network