Sidang Praperadilan Kasus Korupsi ADD 2023, Saksi Ahli Sebut Jaksa Tidak Bisa Tangkap Orang Semaunya
PADANGSIDIMPUAN, iNewsMadina - Sidang praperadilan penetapan Mustapa Kamal Siregar oleh Kejari Padangsidimpuan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) Kota Padangsidimpuan tahun anggaran 2023 kembali di gelar di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, Rabu (31/7/2024) siang.
Dalam sidang yang berlangsung di Ruang Cakra tersebut, Dr Edi Yunara menyebutkan kejaksaan tidak dapat melakukan penangkapan terhadap seseorang tanpa melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan terlebih dahulu terkecuali terjaring operasi tangkap tangan.
Hal itu diungkapkan dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dihadapan hakim tunggal, Irfan Hasan Lubis saat menjadi saksi ahli pidana dari pemohon Mustapa dalam sidang tersebut. Dikatakannya, berdasarkan putusan MK Nomor 21/PUU/XII/2014, penetapan tersangka dibutuhkannya 2 alat bukti yang cukup. Bahkan, seseorang dapat ditetapkan tersangka setelah adanya dilakukan proses pemeriksaan.
“Kalau memang belum ada proses pemeriksaan sebelum ditetapkan tersangka, itu menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.
Tidak sampai disitu, berdasarkan Pasal 227 KUHAP, Edi mengatakan, pemanggilan terhadap seseorang baik sebagai saksi maupun tersangka maksimal 3 hari surat panggilan telah dilayangkan. Tujuannya supaya menghindari yang bersangkutan telah memiliki jadwal yang tidak bisa ditunda.
“Itu (untuk) pemanggilan pertama, kedua. Kalau tidak juga datang terpaksa dilakukan upaya paksa,” terangnya.
Berdasarkan hukum acara pidana, tambah Edi, seseorang yang terancam hukuman diatas 5 tahun penjara wajib didampingi kuasa hukum. Dimana terlebih dahulu penyidik melakukan komunikasi dengan yang bersangkutan supaya didampingi penasehat hukum.
“Jika (yang bersangkutan) mengaku jika tidak mampu menyediakan pengacara, penyidik baru dapat menunjuk pengacaranya. Dengan catatan harus ada pernyataan itu ada (tanpa langsung tunjuk-tunjuk),” urainya.
Lebih lanjut, Edi mengatakan, penangkapan terhadap tersangka yang diatur dalam hukum acara pidana, dimana penyidik wajib membawa surat perintah penangkapan. Kemudian surat perintah penangkapan dan penahanan tersangka tersebut diberikan kepada keluarga tersangka.“Itu baru sah,” tegasnya.
Kemudian, Edi menegaskan, berdasarkan Peraturan Jaksa Agung nomor 17 tahun 2014, jaksa tidak dapat melakukan penangkapan sebelum dilayangkannya surat pemeriksaan terhadap calon tersangka terkecuali operasi tangkap tangan. “Tidak ada di Indonesia ini jaksa nangkap pak. Penangkapan berdasarkan KUHAP hanya berlaku untuk penyidik Polri. Jaksa tidak bisa nangkap semau-maunya,” pungkasnya.
Usai mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak pemohon tersebut, Majelis Hakim kemudian menunda persidangan hingga Rabu (31/7/2024) besok dengan agenda keterangan saksi dari pihak termohon 3.
Sebelumnya, Mustapa Kamal Siregar melayangkan Pra Peradilan ke Pengadilan Negeri Padangsidimpuan terhadap penetapan tersangka terhadap dirinya oleh Kejari Padangsidimpuan. Dalam perkara nomor 05/Pid.Pra/2024/ PN.Psp dengan termohon 1 yakni Jaksa Agung, termohon 2 Kajati Sumatera Utara dan termohon 3 Kajari Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar.
Dimana, dalam perkara tersebut menyebutkan Mustapa ditangkap saat di Kantor Walikota Padangsidimpuan pada 3 Juli 2024. Kala itu, Mustapa dipanggil atasannya untuk menjumpai Sekda Kota Padangsidimpuan sekira pukul 15.30 WIB. Alhasil, sekira pukul 15.45 WIB dirinya tiba di Kantor Walikota Padangsidimpuan dan langsung berjalan menuju ruang Sekda Kota Padangsidimpuan.
Namun sekira 5 hingga 10 kemudian, tiba-tiba datang beberapa orang dari kejaksaan yang langsung memegang tangannya dan langsung membawanya ke Knator Kejari Padangsidimpuan tanpa memperlihatkan surat apapun.
Setelah menjalani pemeriksaan, pria yang menjabat sebagai Kasi Mutasi BKD Padangsidimpuan ini kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke balik jeruji besi.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait